Mendekatkan Anak dengan Perpustakaan

Mungkin terdengar asing bagi kalangan tertentu ketika mendegar orang tua mengajak anak-anaknya bermain ke perpustakaan. Ini mengindikasikan bahwa mereka tidak akrab  dengan perpustakaan. Atau boleh jadi mereka tidak suka membaca buku. Sehingga perpustakaan menjadi tempat yang aneh dan terlalu resmi untuk sekadar dijadikan tempat untuk berkunjung.

Berbeda dengan tempat-tempat semacam objek wisata terkenal, semisal pantai, pegunungan, kolam renang, taman kota, alun-alun, bahkan mal. Anak-anak begitu akrab dengan tempat-tempat itu dikarenakan mereka sering diajak orang tua maupun kerabat atau keluarga lain. Ini sangat ironis. Anak-anak sangat akrab dengan mal, taman kota, maupun arena bermain lainnya, sementara perpustakaan sangat asing bagi mereka.

Ini sangat disayangkan karena banyak orang tua yang tanpa sengaja lebih sering mengenalkan mal dan arena bermain daripada perpustakaan. Padahal kalau mau jujur sesungguhnya orang tua memahami tentang kebermanfaatan perpustakaan bagi anak-anaknya. Namun karena orang tua sendiri tidak menyukai maka tak heran jika anak-anak mereka pun bersikap sama, yakni tak suka dengan perpustakaan.

Jika sikap semacam itu telah ada pada diri anak-anak maka sangat perlu kiat dan strategi untuk mengubah sikap agar mereka suka datang ke perpustakaan. Hanya butuh waktu dan cara yang cukup lama untuk mengubah perilaku tersebut. Setidaknya beberapa cara berikut ini dapat dijadikan referensi untuk mengatasi hal tersebut.

Pertama, ceritakanlah tentang apa itu perpustakaan dan bagaimana suasananya, serta apa saja yang ada di sana. Ceritakan segala hal yang menarik dan menyenangkan tentang perpustakaan. Buatlah cerita itu yang menarik dan mengasyikan sehingga timbul keinginan anak untuk datang ke sana.

Kedua, jadikan perpustakaan sebagai objek wisata. Selama ini kita menganggap perpustakaan adalah tempat menyimpan buku-buku yang hanya didatangi orang-orang yang membutuhkan buku untuk belajar.

Oleh karena itu umumnya para pengunjung perpustakaan adalah para pelajar dan mahasiswa. Akibatnya anak-anak sangat jarang mengunjungi perpustakaan dan dianggap tidak penting untuk datang ke perpustakaan.

Akibat dari kesalahan itu anak-anak kita menjadi asing dengan perpustakaan. Jangankan perpustakaan umum, perpustakaan di sekolah pun sepi pengunjung. Untuk itu kita layak menjadikan perpustakaan sebagai objek wisata bagi anak-anak. Perpustakaan hendaknya dijadikan  tempat yang menarik agar anak-anak tertarik untuk berkunjung.

Ketiga, jadikan perpustakaan sebagai tempat bermain. Sebagaimana disinggung di atas bahwa anak-anak kita selama ini lebih akrab mengenal tempat bermain adalah alun-alun, tempat keramaian atau bahkan mal. Itu semua sangat akrab sebagai arena permainan karena memang kita sering mengajak mereka ke tempat-tempat tersebut. Anak-anak akan mendapatkan keasyikan di tempat-tempat tersebut. Meskipun secara tak sadar orang tua harus mengeluarkan cukup uang untuk membayar sewa alat permainan atau makanan namun orang tua tidak pernah merasakan kerugian akan hal itu.

Sayangnya mengenalkan perpustakaan untuk tempat bermain tidak diberlakukan terhadap anak-anak kita. Andai kita mengenalkan sejak dini perpustakaan sebagai tempat bermain, tentu kita akan mendapatkan dua keuntungan sekaligus yakni mendapat sarana bermain dan juga mendekatkan budaya literasi.

Keempat, jadikan perpustakaan sebagai tempat berburu. Istilah ini perlu kita pakai untuk mengganti kata meminjam buku. Ini bertujuan untuk memberikan kesan mengasyikan dari pada meminjam atau mencari buku.

Ajaklah anak-anak untuk berburu. Melihat-lihat buku, memilih-milih dan akhirnya menemukan buku yang menarik. Efeknya anak akan mengatakan; ”Ibu, Ayah, aku mau buku itu.” atau ”Mama, belikan buku yang seperti diperpustakaan!”

Jika sampai anak berkata begitu maka tujuan kita akan tercapai. Karena dengan begitu pintu literasi sudah terbuka untuk anak kita.

Kelima, jadikan perpustakaan sebagai tempat berbagai kegiatan. Lagi-lagi anak kita hanya mengenal konsep perpustakaan adalah tempat  menyimpan buku, pengunjungnya adalah orang dewasa yang belajar atau sekolah. Bahkan pengelola perpustakaan pun selama ini bisa jadi memiliki konsep demikian. Akibatnya perpustakaan menjadi tempat yang asing bagi anak-anak maupun orang umum.

Namun dapat dibayangkan, andai saja perpustakaan  dijadikan sebagai pusat kegiatan bagi anak-anak maupun orang umum. Tidak hanya kegiatan literasi semata, tentu akan berefek posistif terhadap peningkatan kegiatan literasi itu sendiri. Ini perlu menjadi inovasi bagi pengelola perpustakaan.

Anak-anak kita layak diajak melakukan berbagai kegiatan di perpustakaan selain sekadar membaca maupun meminjam buku yang kurang mereka minati. Anak-anak yang mengikuti kegiatan di perpustakaan, tanpa sengaja akan dapat melihat isi perpustakaan dan lingkungan yang ada serta perihal kegiatan literasi. Sedikit banyak mereka akan tertarik untuk melihat buku, gambar, atau pun sumber literasi di perpustakaan bahkan tertarik untuk membaca atau bahkan meminjam buku.

Keenam, jadikan perpustakaan sebagai tempat melepas lelah. Selain beberapa cara di atas, salah satu cara lagi untuk mengenalkan anak-anak kita terhadap perpustakaan adalah dengan menjadikan perpustakaan sebagai tempat untuk refreshing. Saat kita mengalami kepenatan  datanglah ke perpustakaan sekaligus mengajak anak-anak kita ke sana. Kita dapat mepaskan lelah di sana seperti halnya tempat lain semacam pantai atau taman. Kita juga dapat menikmati buku-buku sebagaimana kita menikmati kuliner.

Bawalah bekal di perpustakaan. Ajalah anak-anak kita untuk menikmati suasana santai di perpustakaan. Jangan takut makan jika memang lapar. Asal tidak mengganggu  umum, apa salahnya kita makan di perpustakaan? (Riyadi – Pendidik di SDN 1 Kecamatan Karanglewas, Kabupaten Banyumas, Pegiat literasi di KOMPAK)

Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*